Momentum hari raya Idul Adha selalu dimaknai dengan ibadah haji dan berqurban. Ada cerita luar biasa yang mengiringi peristiwa bersejarah tersebut dan menjadi teladan membangun keluarga sakinah mawaddah warohmah.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.(QS. Mumahanah 4)
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا ۗ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.(QS. Ali Imron 68)
Ini adalah kisah Nabi Ibrahim bersama istrinya yaitu Hajar serta anaknya yang bernama Nabi Ismail. Pada mulanya Nabi Ibrahim hanya beristrikan Sarah. Karena usia semakin menua dan Sarah memahami bahwa Nabi Ibrahim menginginkan keturunan maka Sarah menyarankan pada Nabi Ibrahim agar menyunting Hajar sebagai istri, yang saat itu sedang membantu di rumah keluarga Nabi Ibrahim. Atas desakan Sarah akhirnya Nabi Ibrahim menikahi Hajar.
Kehidupan keluarga Nabi Ibrahim kembali diuji. Setelah Ismail lahir, Alloh memberi perintah agar membawa Hajar dan Ismail pergi ke Mekah untuk meredam kecemburuan Sarah. Sesampainya di Mekah, Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di Mekah dengan hanya dibekali sedikit kurma dan minuman seadanya. Sedangkan di daerah itu tidak ada tumbuhan dan tidak air yang mengalir, yang terlihat hanya batu dan pasir kering.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Ya Tuhanku, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barang siapa mengikutiKu, maka orang itu termasuk golonganKu dan barang siapa mendurhakaiKu, maka Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya TuhanKu, sesungguhnya Aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman yaitu di dekat rumah Engkau (Baitulloh) yang dihormati, Ya TuhanKu (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia condong kepada mereka dan berilah mereka rizqi dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim 35-37)
ثُمَّ قَفَّى إِبْرَاهِيمُ مُنْطَلِقًا فَتَبِعَتْهُ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ فَقَالَتْ يَا إِبْرَاهِيمُ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهَذَا الْوَادِي الَّذِي لَيْسَ فِيهِ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ فَقَالَتْ لَهُ ذَلِكَ مِرَارًا وَجَعَلَ لاَ يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا فَقَالَتْ لَهُ آللَّهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا قَالَ نَعَمْ قَالَتْ إِذًا لاَ يُضَيِّعُنَا ثُمَّ رَجَعَتْ
Kemudian Nabi Ibrahim pergi dan Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah engkau, wahai Ibrahim…? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun…? Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali. Saat dilihatnya Nabi Ibrahim hanya diam, segera ia tersadar dan berkata,”Apakah Alloh yang menyuruh engkau berbuat demikian…? tanyanya dengan kecerdasan luar biasa. Iya, jawab Ibrahim. Jika demikian, maka Alloh tak akan menelantarkan kami. Kemudian Hajar kembali ke tempat semula, sedangkan Ibrahim melanjutkan perjalanannya.(HR. Bukhori)
Nabi Ibrahim, bukanlah pergi atas kemauannya sendiri. Semua itu adalah atas perintah Alloh. Dengan berat hati ia melanjutkan perjalanan ke Palestina. Nabi Ibrahim yakin Alloh menginginkan yang terbaik untuk hambaNya.
وَجَعَلَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ تُرْضِعُ إِسْمَاعِيلَ وَتَشْرَبُ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا فِي السِّقَاءِ عَطِشَتْ وَعَطِشَ ابْنُهَا وَجَعَلَتْ تَنْظُرُ إِلَيْهِ يَتَلَوَّى
Kemudian Hajar mulai menyusui anaknya dan minum dari kantung air persediaan hingga ketika air yang ada didalamnya mulai habis, dia menjadi haus begitu pula anaknya. Lalu dia memandang kepada Ismail sang bayi yang sedang menundukkan kepala. (HR. Bukhori)
فَانْطَلَقَتْ كَرَاهِيَةَ أَنْ تَنْظُرَ إِلَيْهِ فَوَجَدَتِ الصَّفَا أَقْرَبَ جَبَلٍ فِي الأَرْضِ يَلِيهَا فَقَامَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَتِ الْوَادِيَ تَنْظُرُ هَلْ تَرَى أَحَدًا فَلَمْ تَرَأَحَدًا فَهَبَطَتْ مِنَ الصَّفَا حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْوَادِيَ رَفَعَتْ طَرَفَ دِرْعِهَا ثمَّ سَعَتْ سَعْيَ الإِنْسَانِ الْمَجْهُودِ حَتَّى جَاوَزَتِ الْوَادِيَ ثُمَّ أَتَتِ الْمَرْوَةَ فَقَامَتْ عَلَيْهَا وَنَظَرَتْ هَلْ تَرَى أَحَدًا فَلَمْ تَرَ أَحَدًا فَفَعَلَتْ ذَلِكَ سَبْعَ مَرَّاتٍ
Kemudian Hajar meninggalkan Ismail karena kasihan melihat keadaannya. Maka dia mendatangi bukit Shafaa sebagai bukit yang paling dekat keberadaannya dengannya. Dia berdiri disana lalu menghadap ke arah lembah dengan harapan dapat melihat orang di sana namun dia tidak melihat seorang pun. Maka dia turun dari bukit Shafaa dan ketika sampai di lembah dia menyingsingkan ujung pakaiannya lalu berusaha keras menempuhnya layaknya seorang manusia yang berjuang keras hingga ketika dia dapat melewati lembah dan sampai di bukit Marwah lalu berdiri di sana sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana namun dia tidak melihat ada seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali (antara bukit Shafaa dan Marwah).(HR. Bukhori)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَذَلِكَ سَعْيُ النَّاسِ بَيْنَهُمَا
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Itulah ibadah sa’i yang dilakukan oleh manusia (yang melaksanakan ibadah haji dan umroh ) antara kedua bukit itu.” (HR. Bukhori)
Di saat dalam kondisi tak berdaya datanglah kepadanya Malaikat Jibril. “Kepada siapa engkau dititipkan di sini?”, tanya Jibril. “Hanya kepada Alloh”, jawab Hajar. Lalu Jibril berkata “Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih yang akan melindungimu dan mencukupi kebutuhan hidupmu”.
Di tempat itu Jibril menginjakkan kakinya di atas tanah. Tidak lama munculah air yang memancar dari bekas telapak kaki Jibril. Atas kehendak Allah, air tersebut sangat jernih dan tidak pernah kering hingga hari ini. Sumber mata air itu lalu dinamakan air Zamzam. Setelah itu Hajar segera membasahi bibir Ismail dengan air Zamzam.
لاَ تَخَافُوا الضَّيْعَةَ فَإِنَّ هَاهُنَا بَيْتَ اللهِ يَبْنِي هَذَا الْغُلاَمُ وَأَبُوهُ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَهْلَهُ
“Jangan kalian takut terlantar karena disini akan berdiri Rumah Alloh yang dibangun anak ini dan Ayahnya. Ingatlah Alloh tidak akan menelantarkan ahli rumahnya”. (HR. Bukhori)
Dalam kisah ini betapa berat perjuangan dan pengorbanan Hajar mempertahankan hidupnya, dan hidup putranya Ismail mengingatkan kita kembali para orangtua, terutama Ibu yang bersedia melakukan apapun untuk kebahagiaan anaknya. Dan bagi seorang anak hendaklah selalu menghormati orang tua terutama Ibu karena orang tua selalu mendahulukan kepentingan anak di atas segalanya bahkan rela mengorbankan dirinya, mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Sungguh tiada cinta, perjuangan dan pengorbanan yang paling hebat dibanding orang tua.